A.
Pendahuluan
Sebagai
sebuah ilmu, Komunikasi Islam memiliki sumber utama yang sangat potensial untuk
digali, yaitu Al-Qur’an dann Sunnah. Selain, Al-Qur’an dan Sunnah, kitab-kitab
para ulama baik yang lama maupun yang kontemporer atau terkini juga bisa
menjadi bahan baku yang bisa diolah untuk membangun Ilmu Komunikasi Islam.
Selain
sumber yang disebut di atas, ada sumber lain yang tidak kalah penting dalam
mendukung Ilmu Komunikasi Islam ini, yaitu Ilmu Komunikasi yang telah
berkembang cukup lama dan sudah semakin menunjukkan kemapanannya. Ilmu
Komunikasi umum sangat membantu Ilmu Komunikasi Islam karena kaum muslim
diajarkan untuk terbuka menerima kebenaran dan sumber mana pun datangnya.
Semakin akurat sebuah penelitian tentang Ilmu Komunikasi maka akan semakin
membantu penelitian Komunikasi Islam dalam mematangkan Ilmu Komunikasi Islam,
karena kebenaran Islam tidak akan menolak atau bertolak belakang dengan ilmu
pengetahuan. Kaidah utama agama Islam dalam memandang ilmu pengetahuan adalah
akomodatif atau dapat menyesuaikan, bahkan tidak akan nada penelitian ilmiah
yang betul-betul akurat hasilnya akan bertentangan dengan ajaran Islam.
B.
Sumber-sumber Komunikasi Islam
1.
Al-Qur’an
Definisi
Al-Qur’an
Al-Qur’an
ditinjau dari segi etimologis merupakan bentuk mashdar dari kata qara’a
- yaqra’u – qiraa’atan wa qur’aanan. Kata qara’a berarti menghimpun
dan menyatukan. Jadi menurut bahasa,
Al-Qur’an adalah himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi satu ayat,
himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf al-Qur’an. Di
samping bermakna menghimpun, kata qara’a juga memiliki arti membaca atau
tilawah. Jika dua makna dipadukan, maka Al-Qur’an adalah himpunan
huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca.
Ketika
menjadi terminologi untuk kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
memiliki lima makna penting, yaitu:
1.
Al-Qur’an
adalah firman Allah SWT. (Q.S.53:4) Yang Maha Mulia dan Maha Agung.
2.
Al-Qur’an
adalah mukjizat, tidak ada kata dan bacaan yang mampu menandinginya.
3. Al-Qur’an
itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., yaitu ke dalam hatinya melalui
perantara malaikat Jibril AS. (Q.S. 26:192)
4.
Al-Qur’an
disampaikan secara mutawatir. Terjaga keaslian dan kebenarannya.
5. Membaca
Al-Qur’an bernilai ibadah, bahkan setiap huruf dibalas oleh Allah dengan
sepuluh kebaikan.
Fungsi Al-Qur’an
1.
Al-Qur’an
sebagai Huda (Petunjuk)
Di antara
aktivitas yang sangat memerlukan panduan Al-Qur’an adalah komunikasi, karena
setiap manusia sangat tergantung kepadanya dalam menjalani kehidupan ini,
bahkan sebelum mereka lahir di muka bumi. Selain membangun komunikasi dengan
Allah dan keluarga dekat, Allah juga memerintahkan manusia untuk meluaskan
ruang lingkup komunikasi kita dengan orang-orang yang hidup di sekitar kita.
Allah menyatakan bahwa di antara tujuan keberadaan manusia di muka bumi adalah
untuk saling membangun komunikasi dengan seluruh manusia, tanpa membangun
komunikasi dengan seluruh manusia, tanpa membedakan ras, suku, warna kulit,
bangsa, dan lain-lain. Allah berfirman:
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S.
Al-Hujurat: 13)
Ayat di atas
secara jelas menunjukkan bagaimana Al-Qur’an memandu manusia dalam membangun
komunikasi dengan Allah Sang Pencipta mereka dan dengan sesama manusia.
2.
Al-Qur’an
sebagai Furqan (Pembeda)
Al-Qur’an
dengan sifatnya sebagai pembeda, memang diturunkan untuk mempertegas hal-hal
yang tidak disepakati oleh manusia, yaitu penentuan mana yang baik dan mana
yang buruk. Al-Qur’an sebagai al-furqan menunjukkan kepada manusia mana
yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang halal dan mana yang haram.
Sifat Al-Qur’an
sebagai furqan menegaskan bahwa ada hal yang menjadi ciri khas kaum
muslimin yang membedakannya dengan selain mereka. Ciri khas ini akan menjadi
pembeda sekaligus tanda pengenal bahwa seseorang adalah seorang muslim.
3.
Al-Qur’an
sebagai Syifa’ (Obat)
Sebagaimana
tubuh, hati juga akan mengalami sakit. Jika
iman sedang lemah dan godaan di luar besar, biasanya hati akan hancur
lebur.
Rasulullah saw.
menjamin bahwa Allah tidak menurunkan satu pun penyakit di muka bumi ini kecuali
menurunkan juga obatnya. Salah satu obat yang Allah persiapkan untuk manusia
adalah Al-Qur’an sebagai obat terdapat dalam firman Allah:
“Hai
manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(QS. Yunus: 57).
Ibnu al-Qayyim
menyatakan seluruh Al-Qur’an adalah obat. Tidak ada obat yang lebih besar dan
lebih luas manfaatnya daripada Al-Qur’an.
Di antara
faktor luar yang membuat manusia sakit adalah faktor komunikasi. Komunikasi yang
tidak baik bisa melukai hati, menyebabkan permusuhan bahkan membuat suasana
damai, mengobati hati yang luka, dan menjadi penyebab terjalinnya suasana
kekerabatan dan persaudaraan yang kokoh.
4.
Al-Qur’an
sebagai Rahmat
Di antara
bentuk kasih sayang Allah yang paling besar kepada manusia adalah diturinkannya
Al-Qur’an. Allah berfirman:
“(Tuhan)
Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.” (QS. Ar-Rahman: 1-2)
Seluruh bentuk
kebaikan dan segala hal yang bermanfaat untuk manusia di dunia ini maupun nanti
di akhirat masuk dalam kategori rahmat. Rahmat adalah lawan kata dari mudharat
dengan segala macam bentuknya. Rahmat adalah salah satu sifat Allah yang paling
menonjol. Dia selalu mengedepankan sifat ini dari sifat lainnya dalam memilih,
menetapkan, dan memprioritaskan semua perkara.
Komunikasi yang
mampu menghubungkan apa yang kita maksud dengan apa yang ditangkap oleh orang
lain adalah rahmat besar dari Allah terhadap manusia.
2.
As-Sunnah
Definisi
Sunnah
Ulama
Hadits sepakat bahwa arti dasar kata al-sunnah yang berkaitan dengan hadits
berkisar pada dua makna berikut:
1.
Al-Sirah
au al-Thariqah, Hasanah am Sayyiah, Sirah dan thariqah
yang berarti jalan kehidupan atau metode, yang baik ataupun buruk.
2. Al-thariqah
al-mahmudah al-mustaqimah, yaitu jalan
kehidupan atau metode yang lurus dan teruji.
Pada
dasarnya, kedua makna ini sama, tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya
berbeda dari sudut pandang. Makna pertama adalah makna umum yang mencakup
segala bentuk jalan kehidupan, cara/metode yang baik atau pun yang buruk.
Sedangkan makna kedua memiliki pengkhususan hanya pada hal-hal yang bersifat
baik dan terpuji saja.
Dalam
terminologi Muhadditsin Sunnah didefinisikan sebagai berikut:
“Sesuatu
yang didapat dari Nabi saw. baik berupa perkataan perbuatan, persetujuan, dan
sifat jasmani atau perilaku, serta sirah beliau atau sesudah diutus.”
Fungsi sunnah
Fungsi sunnah adalah sebagai tafsir
bagi Al-Qur’an mengungkap rahasia yang
dikandungnya, dan menjelaskan kehendak Allah dalam perintah-perintah-Nya atau
larangan-larangan-Nya.
Sunnah berdasarkan definisi
etimologi, terminologi dan fungsi sebagaimana disebut di atas diibaratkan
sebagai pemandu teknis dan peretas jalan. Rasulullah adalah peretas jalan dan
pemandu bagaimana menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Dalam
konteks komunikasi, Rasulullah adalah peretas jalan dan pemandu yang menjadi
contoh orang setelahnya untuk menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari. Rasulullah secara tegas menyatakan bahwa manusia yanga kan selamat
dalam mengarungi kehidupan adalah mereka yang selalu menjadikan Al-Qur’an dan
Hadits sebagai pedoman. Rasulullah saw. bersabda:
“Rasulullah saw. bersabda: “Aku telah tinggalkan untuk kalian dua
perkara, apabila kalian berpegang teguh dengan keduanya, kalian tidak akan
sesat: Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya”.
(HR. Imam Malik)
Dari penegasan Al-Qur’an dan Hadits seperti di atas. Maka
menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber Ilmu Komunikasi Islam bagi kaum
muslimin adalah sebuah keharusan.
3.
Kitab-kitab Para Ulama
Selain
Al-Qur’an dan Hadits, Ilmu Pengetahuan Islam secara umum dan ilmu tentang akhlak
dan adab secara khusus sangat kaya dengan bahan yang bisa dikembangkan untuk
memperkaya bangunan Ilmu Komunikasi Islam. Kitab-kitab para ulama tersebut
adalah:
1. Kitab
Ihya Ulumuddin, karya Imam Abu Hamid al-Gahazali membahas banyak hal. Di
antaranya membahas yang terkait dengan komunikasi Islam yaitu tentang Afat
al-lisan (penyakit lisan).
2. Minhaj
alQashidin, karya al-Maqdisi juga membahas Afat al-lisan (penyakit
lisan).
3. Riyadhus
Shalihin, karya Imam Nawawi membahas banyak masalah. Di antara bangian yang
sangat terkait dengan ilmu komunikasi adalah bab tentang al-shidq
(kejujuran), nasihat, memperbanyak jalan berbuat kebaikan, dan lain-lain.
4. Kitab
afat al-Lisan fi Dhau al-Quran wa al-Sunnah, karya Said bin ali bin Wahf
Al-Qahthani membahas tentang gosip (ghibah) dan adu domba (namimah), tentang
lisan yang kotor dan sebagainya.
5.
Adab
al lisan karya Abu Anas Majid al-Nabkani
membahas etika manusia dalam menggunakan lidahnya. Bahasannya terdiri dari
bahasan tentang menjaga lisan dalam berbagai keadaan dan kondisi.
4.
Ilmu Komunikasi
Ilmu
komunikasi pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan pengertian ilmu secara
umum. Berger dan Chafee (1987) menyatakan bahwa Ilmu Komunikasi adalah suatu
pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang
melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan
tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh
dari sistem-sistem tanda dan lambang.
Pengertian
di atas memberikan tiga pokok pikiran utama:
1. Objek
pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi,
proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks
kehidupan manusia.
2. Ilmu
komunikasi bersifat ilmiah empiris dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu
komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berbentuk umum.
3. Ilmu
komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan
produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang.
Sehingga
secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi
yang diperoleh melalui sebuah penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya
yang dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat
diuji dan digeneralisasikan.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteIzin copy ya. trima kasih
ReplyDelete